semangat

semangat
kasih sayang

Selasa, 05 Juni 2012

filsafat pendidikan

FILSAFAT PENDIDIKAN PANCASILA A. Pengantar Ajaran filsafat yang komprehensif telah menduduki status tinggi dalam kebudayaan manusia, yakni sebagai ideologi bangsa dan negara. Seluruh aspek kehidupan suatu bangsa diilhami dan berpedoman ajaran-ajaran filsafat bangsa itu sendiri. Dengan demikian, kehidupan sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan kebudayaan, bahkan kesadaran atas nilai-nilai hukum dan moral bersumber dari ajaran filsafat. Sebagaimana dinyatakan di muka, eksistensi suatu bangsa adalah eksistensi dengan ideologi atau filsafat hidupnya. Demi kelangsungan eksistensi itu, diwaris-kanlah nilai-nilai itu pada generasi selanjutnya. Dan untuk itu, jalan dan proses yang efektif untuk ditempuh hanya melalui pendidikan. Pada prinsipnya, setiap masyarakat dan bangsa melaksanakan aktivitas pendidikan untuk membina kesadaran nilai-nilai filosofis bangsa itu sendiri, baru kemudian untuk pendidikan aspek-aspek penge-tahuan dan kecakapan lain. Kesadaran dan sikap mental yang menjadi kriteria manusia ideal dalam sistem nilai suatu bangsa bersumber pada ajaran filsafat bangsa dan negara yang dianutnya. Manusia sebagai individu, sebagai masyarakat, sebagai bangsa dan negara, hidup dalam ruang sosial-budaya. Aktivitas untuk mewariskan danmengembangkan sosial budaya itu terutama melalui pendidikan. Untuk menjamin supaya pendidikan itu benar dan prosesnya efektif, dibutuhkanlah landasan-landasan filosofis dan ilmiah sebagai asas normatif dan pedoman pelaksanaan pembinaan. Dengan demikian, kedua asas tersebut tidak dapat dipisahkan. Sebab, pendidikan merupakan usaha membina dan mewariskan kebudayaan, mengemban suatu kewajiban yang luas dan menentukan prestasi suatu bangsa bahkan tingkat sosio-budaya mereka. Bidang ilmu pendidikan dengan berbagai cabang-cabangnya merupakan landasan ilmiah bagi pelaksanaan pendidikan yang terus berkembang secara dinamis. Filsafat pendidikan juga merupakan landasan ilmiah bagi pelaksanaan pendidikan yang terus berkembang secara dinamis. Sedangkan filsafat pendidikan merupakan landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijaksanaan dan pelaksanaan pendidikan, apakah ia guru ataukah seorang sarjana pendidikan. Membekali mereka dengan pengetahuan dimaksud di atas berarti memberi dasar yang kuat bagi kesuksesan profesi mereka. Ilmu pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan, karena itvi bersifat filosofis. Sedangkan filsafat pendidikan merupakan aplikasi suatu analisis filosofis terhadap bidang pendidikan. Keberadaan filsafat bagi ilmu pengetahuan bukan bersifat insidentil, melainkan filsafat itu merupakan teori umum dan landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan. Menurut Sabig Sama'an (al-Syaibani, 1979), filsafat pendidikan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik-pendidik dan filsuf untuk menerangkan, menyelaraskan, mengecam dan mengubah proses pendidikan dengan persoalan-persoalan kebudayaan dan unsur-unsur yang bertentangan di dalamnya. B. Pancasila sebagai Filsafat Hidup Bangsa Pancasila adalah jiwa dan seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan bangsa Indonesia dan dasar negara. Di samping menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia, Pancasila juga merupakan kebudayaanyang mengajarkanbahwa hidup manusia akan mencapai puncak kebahagiaan jika dapat dikembangkan keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, sebagai makhluk sosial dalam mengejar hubungan dengan masyarakat, alam, Tuhannnya maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rohaniah. Oleh karena itu, kita perlu memahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam segi kehidupan. Tanpa upaya itu, Pancasila hanya akan menjadi rangkaian kata-kata indah dan rumusan yang beku dan mati serta tidak mempunyai arti bagi kehidupan bangsa kita. Pancasila yang dimaksud di sini adalah Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang terdiri dari 5 sila dan penjabarannya sebanyak 36 butir yang masing-masing tidak dapat dipahami secara terpisah melainkan satu kesatuan. Sangatlah wajar kalau Pancasila dikatakan sebagai filsafat hidup bangsa karena menurut Muhammad Noor Syam (1983: 346), nilai-nilai dasar dalam sosio budaya Indonesia hidup dan berkembang sejak awal peradabannya, yang meliputi: 1. Kesadaran ketuhanan dan kesadaran keagamaan secara sederhana. 2. Kesadaran kekeluargaan, di mana cinta dan keluarga sebagai dasar dan kodrat terbentuknya masyarakat dan sinambungnya generasi. 3. Kesadaran musyawarah mufakat dalam menetapkan kehendak bersama. 4. Kesadaran gotong royong, tolong-menolong. 5. Kesadaran tenggang rasa, atau tepa selira, sebagai semangat kekeluargaan dan kebersamaan, hormat menghormati danmemeliharakesatuan, salingpenger-tian demi keutuhan, kerukunan dan kekeluargaan dalam kebersamaan. Itulah yang termaktub dalam Pancasila dengan 36 butir-butirnya. Dengan begitu, pada dasarnya masyarakat Indonesia telah melaksanakan Pancasila, walaupun sifatnya masih merupakan kebudayaan. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tersebut sudah berabad lamanya mengakar pada kehidupan bangsa Indonesia, karena itu Pancasila dijadikan sebagai falsafah hidup bangsa. C. Pancasila sebagai Filsafat Pendidikan Nasional Perjalanan negara kita, yang merdeka pada 17 Agustus 1945, telah banyak mengalami pasang surut, begitu juga keadaan pendidikan penyakit. Sistem pendidikan yang dialami sekarang merupakan hasil perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah pengalaman bangsa di masa lalu. Pendidikan tidak berdiri sendiri, tapi selalu dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memang mempunyai peranan yang amat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa bersangkutan. Karena itu, pendidikan diusahakan dan diselenggarakan oleh pemerintah sebagai satu sistem pengajaran nasional, sebagaimana yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 2. Menurut Aristoteles, tujuan pendidikan sama dengan tujuan didirikannya suatu negara (Rapar, 1988: 40). Begitu juga dengan Indonesia, yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 ingin menciptakan manusia Pancasila. Pada tahun 1959, pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan untuk menjaga agar arah pendidikan tidak menuju pembentukan manusia liberal yang dianggap sangat bertentangan dengan jiwa dan semangat bangsa Indonesia (Depdikbud, 1993:79). Kemudian, atas instruksi Menteri Pengajaran dan Budaya (PM) Prof. Dr. Priyono mengeluarkan instruksi yang dikenal dengan nama "Sapta Usaha Tama dan Pancawardhana" yang isinya antara lain bahwa Pancasila merupakan asas pendidikan nasional. (Supardo, 1960:431) Pendidikan, selain sebagai sarana transfer ilmu penge-tahuan, sosial budaya, juga merupakan sarana untuk mewariskan ideologi bangsa kepada generasi selanjutnya yang (hanya) dapat dilakukan melalui pendidikan. Karena menurut Tadjab, suatu bangsa menjadi kuat, perkasa dan berjaya serta menguasai bangsa-bangsa lain dengan sistem pendidikan yang lemah, suatu bangsa akan menjadi tidak berdaya (Tadjab, 1994 : 26). Untuk itu, sudah barang tentu perlu adanya tujuan yang digariskan, baik itu tujuan institusional, kurikuler, maupun tujuan nasional. Bukan rahasia lagi, jika pendidikan suatu bangsa akan secara otomatis mengikuti ideologi bangsa yang dianut. Karenanya, sistem pendidikan nasional Indonesia dijiwai, didasari dan mencerminkan identitas Pancasila. Sementara cita dan karsa bangsa kita, tujuan nasional dan hasrat luhur rakyat Indonesia, tersimpul dalam pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan jiwa dan nilai Pancasila. Cita dan karsa itu dilembagakan dalam sistem pendidikan nasional yang bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan, dan pandangan hidup Pancasila. Inilah alasan mengapa filsafat pendidikan Pancasila merupakan tuntutan nasional, sedangkan filsafat pendidikan Pancasila adalah subsistem dari sistem negara Pancasila. Dengan kata lain, sistem negara Pancasila wajar tercermin dan dilaksanakan di dalam berbagai subsistem kehidupan bangsa dan masyarakat. Dengan memerhatikan fungsi pendidikan dalam membangun potensi negara dan bangsa, khususnya dalam melestarikan kebudayaan dan kepribadian bangsa yang pada akhirnya menentukan eksistensi dan martabat negara dan bangsa, maka sistem pendidikan nasional dan filsafat pendidikan Pancasila seyogianya terbina mantap demi tegaknya martabat dan kepribadian bangsa sekaligus pelestarian sistem negara Pancasila berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa filsafat pendidikan Pancasila merupakan aspek rohaniah atau spiritual sistem pendidikan nasional. Tegasnya, tiada sistem pendidikan nasional tanpa filsafat pendidikan. Dengan demikian, jelaslah tidak mungkin Sistem Pendidikan Nasional dijiwai dan didasari oleh sistem filsafat pendidikan yang lain selain Pancasila. Hal ini tercermin dalam tujuan Pendidikan Nasional yang termuat dalam UU No.2 Tahun 1989 dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni: pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan, keterampilan, kesehatanjasmani, kepribadianyang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab kemasyarakatan. D. Hubungan Pancasila dengan Sistem Pendidikan Ditinjau dari Filsafat Pendidikan Pancasila adalah dasar negara Indonesia yang merupakan fungsi utamanya dan dari segi materinya digali dari pandangan hidup dan kepribadian bangsa (Dardodiharjo, 1988: 17). Pancasila adalah dasar negara bangsa Indonesia yang mempunyai fungsi dalam hidup dan kehidupan bangsa dan negara Indonesia tidak saja sebagai dasar negara RI, tapi juga alat pemersatu bangsa, kepribadian bangsa, pandangan hidup bangsa, sumber dari segala sumber hukum dan sumber ilmu pengetahuan di Indonesia (Azis, 1984: 70). Dari sini, dapat kita ketahui bahwa Pancasila merupakan dasar negara bangsa yang membedakannya dengan bangsa lain. Filsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran sesuatu. Sementara filsafat pendidikan adalah pemikiran yang mendalam tentang kependidikan berdasarkan filsafat. Bila kita hubungkan fungsi Pancasila dengan sistem pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan, maka dapat kita jabarkan bahwa Pancasila adalah pandangan hidup bangsa yang menjiwai sila-silanya dalam kehidupan sehari-hari. Dan untuk menerapkan sila-sila Pancasila, diperlukan pemikiran yang sungguh-sungguh mengenai bagaimana nilai-nilai Pancasila itu dapat dilaksanakan. Dalam hal ini, tentunya pendidikanlah yang berperan utama. Sebagai contoh, dalam Pancasila terdapat sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Di dalam pelaksanaan pendidikan, tentunya sila pertama ini akan diberikan kepada siswa sebagai pelajaran pokok yang mesti diamalkan. Karena itu, di sekolah-sekolah diberikan pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP), yang salah satu butir sila pertamanya adalah percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama masing-masing. (Di sini filsafat berfungsi untuk mempertanyakan siapa Allah dan bagaimana la menjadikan alam semesta dan sebagainya). Sehingga bila kita lihat dalam lingkup kelas, nilai yang tampak di antara siswa adalah saling menghormati walaupun mereka berlainan agama. Oleh karena itulah, sejak sekolah dasar sampai perguruan tinggi, pelajaran Pancasila masih diberikan, tak lain agar nilai-nilai Pancasila benar-benar diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. E. Filsafat Pendidikan Pancasila dalam Tinjauan Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi 1. Ontologi Ontologi adalah bagian dari filsafat yang menyelidiki tentang hakikat yang ada. Menurut Muhammad Noor Syam (1984: 24), ontologi kadang-kadang disamakan dengan metafisika, sebelum manusia menyelidiki yang lain, manusia berusaha mengerti hakikat sesuatu. Manusia dalam interaksinya dengan semesta raya, melahirkan pertanyaan-pertanyaan filosofis seperti apakah sesung-guhnya realita yang ada itu. Jadi, ontologi adalah cabang dari filsafat yang persoalan pokoknya apakah kenyataan atau realita itu. Rumusan-rumusan tersebut identik dengan membicarakan tentang hakikat ada. Hakikat ada dapat berarti tidak apa-apa, karena menunjuk pada hal umum (abstrak umum universal). Pengertian ini baru menjadi konkret kalau diberikan sesuatu di belakangnya, misalnya ada orang (Sutrisno, 1984: 82). Demikian pula halnya dengan Pancasila sebagai filsafat, ia mempunyai isi yang abstrak umum dan universal. Yang dimaksud isi yang abstrak di sini bukannya Pancasila sebagai filsafat yang secara operasional telah diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, melainkan sebagai pengertian pokok yang dipergunakan untuk merumuskan masing-masing sila. Pancasila terdiri dari sila-sila yang mempunyai awalan dan juga akhiran, yang dalam tata bahasa membuat abstrak, dari kata dasarnya yang artinya meliputi hal yang jumlahnya tidak terbatas dan tidak berubah, terlepas dari keadaan, tempat dan waktu. Dengan kata lain, Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang menjiwai sistem pendidikan nasional tidak bisa dipisahkan dengan kenyataan yang ada, karena pendidikan nasional itu dasarnya adalah Pancasila dan UUD 1945. Jadi, ini merupakan satu kesatuan yang utuh. Sementara pendidikan agama adalah subsistem dari Pendidikan Nasional. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20/2003, Bab II Pasal 3 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang diselenggarakan secara terpadu dan diarahkan pada pengangkatan kualitas dan pemerataan pendidikan dasar serta jumlah dan kualitas kejuruan sehingga memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dengan memerhatikan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan yang diselenggarakan di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat harus mampu meningkatkan kualitas manusia Indonesia dan menumbuhkan kesadaran sertasikapbudayabangsauntukselaluberupayamenambah pengetahuan dan keterampilan serta mengamalkannya sehingga terwujud manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, lebih maju, mandiri, berkualitas dan menghargai setiap jenis pekerjaan yang memiliki harkat dan martabat sesuai dengan falsafah Pancasila. Dengan berdasar tujuan pendidikan nasional di atas, jelas tidak ada sistem pendidikan yang dualisme, karena pendidikan agama merupakan subsistem pendidikan nasional. Dalam kenyataannya, Pancasila dapat dilihat dari penghayatan dan pengalaman kehidupan sehari-hari. Dan bila dijabarkan menurut sila-sila dari Pancasila itu adalah sebagai berikut: a. Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa Sila pertama ini menjiwai sila-sila yang lainnya. Di dalam sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dengan sila pertama ini, kita diharapkan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang juga merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional. Ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk menjadikan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt. Karena itu, di lingkungan keluarga, sekolah dan di masyarakat ditanamkan nilai-nilai keagamaart dan Pancasila. Sebagai contoh, dalam kurikulum telah banyak ditemukan pelajaran yang bernilaikan Pancasila. Dalam era globalisasi sekarang ini, dengan kemajuan yang pesat, kita dihadapkan pada permasalahan-permasalahan yang rumit. Namun, dengan berpedoman kepada Pancasila, kita mampu menghadapinya, di samping itu kita harus memiliki Imtaq. Kita percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, menghormati antarpemeluk agama, tidak memaksakan suatu agama pada orang lain. Semua ini tercermin dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan pengalaman dari sila-sila Pancasila. b. Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab Manusia yang ada di muka bumi ini mempunyai harkat dan martabat yang sama, yang diperlakukan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan fitrahnya sebagai hamba Allah (Darmodiharjo, 1988: 40). Pendidikan tidak membedakan usia, agama dan tingkat sosial budaya dalam menuntut ilmu. Setiap manusia mempunyai kebebasan dalam hal menuntut ilmu, mendapat perlakuan yang sama, kecuali tingkat ketak-waan seseorang. Dan oleh karena yang dibangun adalah masyarakat Pancasila, maka pendidikan harus dijiwai Pancasila sehingga akan melahirkan masyarakat yang susila, bertanggung jawab, adil dan makmur, baik spiritual maupun materiil dan berjiwa Pancasila. Dengan demikian, sekolah harus mencermmkan sila-sila dari Pancasila. c. Sila Ketiga, Persatuan Indonesia Persatuan merupakan kunci kemenangan. Dengan persatuan yang kuat kita dapat menikmati alam kemer-dekaan. Indonesia secara geografis membentang dari 95-141 bujur timur dan 6-11 lintang selatan. Pancasila dan UUD 1945 serta kecintaan terhadap tanah air menghapus perasaan kesukuan yang sempit dan memotivasi untuk penyebaran dan pemerataan pembangunan yang kesemuanya akan menghalangi pikiran-pikiran yang berbau separatisme atau rasialisme (Azis, 1984: 125). Dalam rangka pikiran seperti ini, maka cita-cita telah dapat merupakan ideologi (Lihat Deliar Noer, 1983: 25). Sila ketiga ini tidak membatasi golongan dalam belajar. Ini berarti, bahwa semua golongan dapat menerima pendidikan, baik dari golongan rendah maupun golongan yang tinggi, tergantung kepada kemampuannya untuk berpikir, sesuai dengan UUD 1945 Pasal 31 ayat 1. d. Sila Keempat, Kerakyatan yang Oipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan Sila keempat ini sering dikaitkan dengan kehidupan berdemokrasi. Dalam hal ini, demokrasi sering juga diartikan sebagai kekuasaan ada di tangan rakyat. Sebagai contoh, dalam memilih seorang pemimpin di desa, lembaga untuk menyalurkan kehendak untuk kepentingan bersama melalui musyawarah (Djamal, 1986: 82). Bila dilihat dari dunia pendidikan, maka hal ini sangat relevan, karena menghargai pendapat orang lain demi kemajuan. ,D,i samping itu, juga sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28 yang menyatakan kebebasan untuk mengeluarkan pendapat, baik secara lisan maupun tulisan. Jadi, dalam menyusun tujuan pendidikan, diperlukan ide-ide dari orang lain demi kemajuan pendidikan. e. Sila Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia Setiap bangsa di dunia bertujuan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Keadilan ini meliputi kebutuhan di bidang materiil dan di bidang spiritual yang didasarkan pada asas kekeluargaan. Dalam sistem pendidikan nasional, maksud adil dalam arti yang luas mencakup seluruh aspek pendidikan yang ada. Adil di sini adalah adil dalam melaksanakan pendi¬dikan, antara ilmu umum dan keagamaan itu seimbang di samping mengejar Iptek, kita juga mengejar Imtaq yang merupakan tujuan dari ibadah. Adil juga dalam arti sempit di kelas, pendidik tidak boleh membeda-bedakan siswa, misalnya orang yang berpengaruh atau anak orang kaya lebih diprioritaskan daripada anak seorang petani. Contoh lain, seorang kepala sekolah harus adil terhadap bawahannya secara wajar dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 2. Epistemologi Epistemologi adalah studi tentang pengetahuan (adanya) benda-benda. Epistemologi dapat juga berarti bidang filsafat yang menyelidiki sumber, syarat, proses terjadinya ilmu pengetahuan, batas validitas dan hakikat ilmu pengetahuan. Dengan filsafat, kita dapat menentukan tujuan-tujuan yang akan dicapai demi peningkatan ketenangan dan kesejahteraan hidup, pergaulan dan berwarga negara. Untuk itu, bangsa Indonesia telah menemukan filsafat Pancasila. a. Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa Pemikiran tentang apa dan bagaimana sumber pengetahuan manusia diperoleh melalui akal atau panca indra dan dari ide atau Tuhan. Berbeda dengan Pancasila, ia lahir tidak secara mendadak, tetapi melalui proses panjang yang dimatangkan dengan perjuangan. Pancasila digali dari bumi Indonesia yang merupakan dasar negara, pandangan hidup bangsa, kepribadian bangsa, tujuan atau arah untuk mencapai cita-cita dan perjanjian luhur rakyat Indonesia (Widjaya, 1985:176-177). Dalam rangka pikiran seperti ini, maka cita-cita telah merupakan ideologi (lihat Deliar Noer, 1983: 25). Dengan demikian, Pancasila bersumber dari bangsa Indonesia yang prosesnya melalui perjuangan rakyat. Bila kita hubungkan dengan Pancasila, maka dapat kita ketahui bahwa apakah ilmu itu didapat melalui rasid atau datang dari Tuhan. b. Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab Kepribadian manusia adalah subjekyang secara poten-sial dan aktif berkesadaran tahu atas eksistensi diri, dunia, bahkan juga sadar dan tahu bila di suatu ruang dan waktu "tidak ada" apa-apa (kecuali ruang dan waktu itu sendiri). Manusia itu mempunyai potensi atau basis yang dapat dikembangkan. Pancasila adalah ilmu yang diperoleh melalui perjuangan yang sesuai dengan logika. Dengan mempunyai ilmu moral, diharapkan tidak lagi kekerasan dan kesewenang-wenangan manusia terhadap yang lainnya. Tingkat kedalaman pengetahuan merupakan perwujudan dari potensi rasio dan inteligensi yang tinggi. Proses pembentukan pengetahuan melalui lembaga pendidikan secara teknis edukatif lebih sederhana. Komunikasi antara guru dan siswa berfungsi memperjelas bahan-bahan informasi untuk menyamakan persepsi yang ditangkap dari berbagai sumber. Jadi, seorang guru tidak boleh memonopoli kebenaran. Nilai pengetahuan dalam pribadi telah menjadi kualitas dan martabat kepribadian subjek pribadi yang bersangkutan, baik secara intrinsik, lebih-lebih secara praktis. c. Sila Ketiga, Persatuan Indonesia Proses terbentuknya pengetahuan manusia merupa¬kan hasil dari kerja sama atau produk hubungan dengan lingkungannya. Potensi dasar dengan faktor kondisi lingkungan yang memadai akan membentuk penge¬tahuan. Dalam hal ini, sebagai contohnya adalah ilmu sosiologi yang mempelajari hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya (IKIP Malang, 1983: 59). Bila ini dihubungkan dengan Pancasila maka sangat .sesuai, karena dalam hubungan antarmanusia itu diperlukan suatu landasan yaitu Pancasila. Dengan demikian, kita terlebih dahulu mengetahui ciri-ciri suatu masyarakat dan bagaimana terbentuknya suatu masyarakat. d. Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan Manusia diciptakan Allah Swt. sebagai pemimpin di muka bumi ini untuk memakmurkan umat manusia. Seorang pemimpin mempunyai syarat untuk memimpin dengan bijaksana. Dalam sistem pendidikan nasional, pendidikan memang mempunyai peranan yang besar, tetapi itu tidak menutup kemungkinan peran keluarga dan masyarakat dalam membentuk mant&ia Indonesia seutuhnya. Jadi, dalam hal ini diperlukan suatu ilmu-keguruan-untuk mencapai guru yang ideal, guru yang kompeten. Setiap manusia bebas mengeluarkan pendapat dengan melalui lembaga pendidikan. Setiap ada permasalahan diselesaikan dengan jalan musyawarah, agar mendapat kata mufakat. e. Sila Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia Ilmu pengetahuan sebagai perbendaharaan dan pres-tasi individu serta sebagai karya budaya umat manusia merupakan martabat kepribadian manusia (IKIP Malang, 1983: 63). Dalam arti luas, adil di atas dimaksudkan seimbang antara ilmu umum dan ilmu agama. Hal ini didapatkan melalui pendidikan, baik itu informal, formal dan non formal. Dalam sistem pendidikan nasional yang intinya mempunyai tujuanyang mengejar Iptek dan Imtaq. Di bidang sosial, dapat dilihat pada suatu badan yang mengkoordinir dalam hal mengentaskan kemiskinan, di mana hal ini sesuai dengan butir-butir Pancasila. Kita harus menghormati dan menghargai hasil karya orang lain, hemat yang berarti pengeluaran sesuai dengan kebutuhan. 3. Aksiologi Aksiologi adalah bidang filsafatyang menyelidiki nilai-nilai (value). Nilai tidak akan timbul dengan sendirinya, nilai timbul karena manusia mempunyai bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari. Jadi, masyarakat menjadi wadah timbulnya nilai. Dikatakan mempunyai nilai, apabila berguna, benar (logis), bermoral, etis dan ada nilai religius. Dengan demikian, dapat pula dibedakan nilai materiil dan nilai spiritual. Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara memiliki nilai-nilai: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Nilai ideal, materiil, spiritual dan nilai positif dan juga nilai logis, estetika, etis, sosial dan religius. Jadi, Pancasila mempunyai nilai-nilai tersendiri. a. Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa Percaya kepada Allah merupakan hal yang paling utama dalam ajaran Islam. Di setiap kita mengucapkan kalimah Allah, baik itu dalam shalat, menikahkan orang, dikumandangkan azan, para dai mula-mula menyiarkan Islam dengan menanamkan keimanan. Dari segi tempat ibadah, di mana-mana kita jumpai tempat ibadah baik itu masjid, langgar atau musholla. Dilihat dari segi pendidikan, sejak dari tingkat kanak-kanak sampai perguruan tinggi, diberikan pelajaran agama dan hal ini merupakan sub-sistem dari sistem pendidikan nasional. b. Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab Dalam kehidupan umat Islam, setiap Muslim yang datang ke masjid untuk shalat berjamaah berhak berdiri di depan dengan tidak membedakan keturunan, ras dan kedudukan. Di mata Allah sama, kecuali ketakwaan seseorang. Inilah sebagian kecil contoh dari nilai-nilai Pancasila yang ada dalam kehidupan umat Islam. c. Sila Ketiga, Persatuan Indonesia Islam mengajarkan supaya bersatu dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan, mengajarkan untuk taat kepada pemimpin. Memang Indonesia adalah negara Pancasila, bukan negara yang berdasarkan satu agama. Meskipun demikian, warga negara kita tidak lepas dari pembinaan dan bimbingan kehidupan beragama untuk terwujudnya kehidupan beragama yang rukun dan damai. Ketika masa perjuangan Republik Indonesia, para ulama menfatwakan persatuan berjuang melawan penjajah adalah perang fi sabilillah. Sedangkan di zaman sekarang ini, berjuang yang merupakan amal saleh adalah apabila diniatkan karena ibadah. Begitu juga dalam pendidikan, jika kita ingin berhasil, kita harus berkorban demi tercapainya tujuan yang didambakan. Yang jelas, warga negara punya tanggung jawab untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan ini. Bercerai berai kita runtuh,, bersatu kita teguh! d. Sila Keempat, Kerakyatan yang Oipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan Jauh sebelum Islam datang, di Indonesia sudah ada sikap gotong royong di musyawarah. Dengan datangnya Islam, sikap ini lebih diperkuat lagi dengan keterangan Al-Qur'an. Di dalamnya juga diterangkan bahwa dalam hasil musyawarah dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan dipertanggung jawabkan secara moral kepada Allah Swt. e. Sila Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia Adil berarti seimbang antara hak dan kewajiban. Dalam segi pendidikan, adil itu seimbang antara ilmu umum dan ilmu agama di mana ilmu agama adalah sub-sistem dari sistem pendidikan nasional. Mengembangkan perbuatan yang luhur, menghormati hak orang lain, suka memberi pertolongan, bersikap hemat, suka bekerja, menghargai hasil karya orang lain dan bersama-sama mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial. Dengan berdasarkan butir-butir dari sila kelima ini, kita dapat mengetahui bahwa nilai-nilai yang ada pada sila kelima ini telah ada sebelum Islam datang. Nilai-nilai ini sudah menjadi darah daging dan telah diamalkan di Indonesia. Filsafat Pendidikan Pancasila adalah tuntutan formal yang fungsional dari kedudukan dan fungsi dasar negara Pancasila sebagai Sistem Kenegaraan Republik Indonesia. Kesadaran memiliki dan mewarisi sistem kenegaraan Pancasila adalah dasar pengamalan dan pelestariannya, sedangkan jaminan utamanya ialah subjek manusia Indonesia seutuhnya. Subjek manusia Indonesia seutuhnya ini terbina melalui sistem pendidikan nasional yang dijiwai oleh filsafat pendidikan Pancasila.